GEN-KUNTARA

Loading

GEN-KUNTARA

Archives May 2024

Menilik Kasus Bullying Santri Pondok Pesantren Malang dalam Prespektif Surat Al Hujurat ayat 11

Penulis: Always Nailun Najah, M. Najmuts Sakib, M. Najih Sobihi, Aurel Citra Syabilla

Editor: Putri Nur Widiyani

Bullying kini menjadi sorotan utama Masyarakat Indonesia. Pasalnya kasus ini semakin marak terjadi di masyarakat,terlebih dalam lingkungan pendidikan. Menurut American Psychological Association, pengertian bullying adalah suatu bentuk tindakan yang dilakukan seseorang dengan sengaja dan berulang kali dengan tujuan untuk melukai atau mengakibatkan ketidaknyamanan pada orang lain. Bullying bisa dilakukan secara fisik, lisan, maupun cara lain yang lebih halus seperti memaksa atau memanipulasi.

Bullying adalah tindakan penindasan yang sering kali dilakukan secara berkelompok. Pada lingkungan sekolah, kelompok yang melakukan bullying cenderung merasa berkuasa dan menganggap anak lain lebih lemah dari mereka. Hal yang sama juga dapat ditemukan di lingkungan kerja dan sosial lainnya. selain dalam bentuk fisik, beberapa contoh yang sulit dideteksi tentang bullying adalah intimidasi, ancaman, dan pengucilan. Meski tidak meninggalkan bekas fisik, tindakan-tindakan bullying tersebut tetap berdampak negatif terhadap kesehatan mental korban.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengungkapkan, bahwa terdapat 30 kasus bullying alias perundungan di sekolah sepanjang 2023. Angka tersebut menunjukkan terdapat peningkatan 9 kasus dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21 kasus. Sebanyak 80% kasus perundungan pada 2023 terjadi di sekolah yang dinaungi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan 20% di sekolah yang dinaungi Kementerian Agama. Dijelaskan pula pada data kasus perundungan oleh FSGI bahwa peringkat teratas dengan status banyak dilaporkan terjadinya kasus perundungan terjadi pada satuan pendidikan pertama dan menengah.

Seringkali, kejadian bullying di pesantren dianggap sebagai candaan atau guyonan biasa. Sehingga untuk menyikapinya, perlu hati yang lapang, agar tidak mudah terpancing dan terbawa suasana alias baper. Namun, perlu diingat pula bahwa candaan itu juga ada batasnya. Seperti kejadian di akhir tahun lalu, senior dari pondok pesantren di daerah Malang melakukan perundungan kepada adik kelasnya menggunakan setrika uap lantaran merasa tersinggung dengan perkataan sang adik kelas saat akan mengambil laundry.

Dari maraknya kasus bullying di pondok pesantren saat ini, mengakibatkan sebagian besar orang tua menjadi ragu untuk mempercayakan anaknya berada di pondok pesantren. Dunia pondok pesantren seharusnya adalah tempat yang dapat memberikan contoh kepada kita untuk menjadi Khoirunnas Anfa’uhum Linnas, yaitu menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama, kini mulai terkenal dengan senioritasnya.

Dalam bentuk apapun, penghinaan adalah perbuatan tercela karena menyakiti hati orang lain. Apalagi jika dilakukan di hadapan publik. Islam adalah agama yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan, termasuk prinsip untuk menghormati dan peduli terhadap sesama manusia. Islam telah mengatur hal tersebut dalam Surat Al-Hujurat ayat 11:

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ۝١١

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.”

Ayat tersebut telah jelas melarang kita mencemooh, menghina, apalagi menyakiti secara fisik kepada sesama, karena bisa jadi orang yang diolok-olok atau dihina lebih mulia dari yang mengolok-olok. Imam Qurthubi dalam al Jami’ Li Ahkami al-Qur’an, Jilid XVI, halaman 325 mengatakan bahwa tafsir surah al-Hujarat ayat 11 ini menerangkan bahwa tidak pantas bagi seseorang untuk mencemooh orang lain karena penampilan, kekurangan, atau kemampuannya. Mungkin orang yang dicemooh itu lebih baik di sisi Allah daripada orang yang mencemooh. Orang yang mencemooh itu berisiko menzalimi dirinya sendiri dengan merendahkan orang yang dimuliakan Allah.

فَيَنْبَغِي أَلَّا يَجْتَرِئَ أَحَدٌ عَلَى الِاسْتِهْزَاءِ بِمَنْ يَقْتَحِمُهُ بِعَيْنِهِ إِذَا رَآهُ رَثَّ الْحَالِ أَوْ ذَا عَاهَةٍ فِي بَدَنِهِ أَوْ غَيْرِ لَبِيقٍ «٣» فِي مُحَادَثَتِهِ، فَلَعَلَّهُ أَخْلَصُ ضَمِيرًا وَأَنْقَى «٤» قَلْبًا مِمَّنْ هُوَ عَلَى ضِدِّ صِفَتِهِ، فَيَظْلِمُ نَفْسَهُ بِتَحْقِيرِ مَنْ وَقَّرَهُ اللَّهُ، وَالِاسْتِهْزَاءِ بِمَنْ عَظَّمَهُ اللَّهُ. وَلَقَدْ بَلَغَ بِالسَّلَفِ إِفْرَاطُ تَوَقِّيهِمْ وَتَصَوُّنِهِمْ مِنْ ذَلِكَ أَنْ قَالَ عَمْرُو بْنُ شُرَحْبِيلٍ: لَوْ رَأَيْتُ رَجُلًا يُرْضِعُ عنزا فضحكت منه لخشيت أَصْنَعَ مِثْلَ الَّذِي صَنَعَ. وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ: الْبَلَاءُ مُوَكَّلٌ بِالْقَوْلِ، لَوْ سَخِرْتُ من كلب لخشيت أن أحول كلبا.

Artinya; Pada dasarnya, tidak sepatutnya seseorang bersikap meremehkan terhadap orang yang mengalami keterbatasan fisik atau cacat ketika melihatnya dengan kondisi yang kurang menguntungkan atau memiliki kecacatan dalam tubuhnya dalam percakapannya. Mungkin dia lebih tulus dan bersih hatinya daripada orang yang berlawanan dengan sifatnya.

Dengan meremehkan orang yang dihormati oleh Allah, seseorang akan menzalimi dirinya sendiri, serta meremehkan orang yang diagungkan oleh Allah.

Dalam menyikapi tindakan bullying ini, kita dapat mencontoh Rasulullah saat menerima tindak bullying pada masa itu.  Dijelaskan di dalam kita Majmaul zawa’ib bab makarimul akhlak wal afwaman zalama, bahwa Rasulullah Saw bersabda “ketika kamu diam saat dihina maka malaikat yang duduk disampingmu. Malaikat itulah yang akan membalas hinaan mereka (kaum quraisy) terhadapmu. Namun ketika kamu membalas hinaan mereka, maka malaikat justru pergi dan ketahuilah jika setanlah yang akhirnya menggantikan duduk disampingmu”.

Selain itu, juga kita perlukan usaha-usaha, di antaranya meningkatkan kesadaran kepada para santri untuk terus berperilaku baik. Sebagaimana predikatnya sebagai generasi bangsa yang tinggal dalam lingkungan agama seharusnya dapat menjadi contoh generasi yang hidup di lingkungan umum. Juga menekankan pentingnya empati dan bersikap baik terutama kepada teman-teman yang ada di sekitarnya. Selain itu, memberi arahan dan pendampingan kepada santri agar mindset bullying yang dianggap sebagai guyonan oleh para santri untuk bisa kita alihkan dengan guyonan lainnya. Tentu yang lebih positif dan memotivasi.

Maka sebaiknya dari pihak pesantren harus bisa bersinergi dengan para orang tua santri. Tujuannya adalah agar dapat menanamakan mindset kepada para santri bahwasanya tindakan bullying di pesantren bisa kita jadikan sebagai sarana menguatkan psikis untuk bekal pengetahuan dalam berkehidupan sosial. Tak lupa sebagai orang tua juga untuk selalu berdoa agar anak-anak yang berada di pesantren senantiasa diberi kekuatan, kesabaran dan dalam lindungan Allah.

Dengan demikian sekelumit ulasan salah satu kasus bulliying di lingkungan pendidikan pesantren yang marak diperbincangkan publik di media sosial. Kami memohon maaf jika ada ulasan yang menyinggung semua pihak. Semoga menjadi bahan evaluasi dan referensi bagi pemangku kebijakan dalam dunia pendidikan di Indonesia.